Rabu, 18 November 2009

hilang satu persatu dari diri ini

sedikit menghela nafas, ketika waktu termakan dengan cepat tanpa jeda untuk berfikir dimana tempat istirahat berikutnya. Dan mulai tersadar lagi, SPONTANITAS sepertinya sudah berlahan menghilang dari diriku, kemana dia? sirna termakan waktu, umur, dan mungkin juga termakan oleh sibuknya kita mencoba untuk mencari pendewasaan diri. Terlalu banyak pertimbangan, PROS & CONS ? terlalu banyak waktu yang terbuang hanya untuk memutar kata-kata bijak di dalam otak. Rindu rasanya melakukan sesuatu tanpa harus berpikir terlebih dahulu.

iya semakin ada saja yang hilang dari diri kita ketika kita mencoba melihat ke depan terus menerus tanpa henti, dan terus mencoba berfikir positif hanya untuk menenangkan jiwa kita yang selalu membara dan bergejolak akan apa yang ada di sekitar kita. Apa yang kita lihat sudah tak seperti apa yang kita lihat sebelumnya. berbanding terbalik kah? tidak juga sepertinya. berganti arah? tidak juga. hanya berganti arti.

setelah memnuhi hari dengan apa saja yang bisa saya lakukan, dan tanpa penyesalan akan apa yang telah terjadi sebelumnya. sekarang saya disini terduduk lemah, lelah, kosong. ada yang hilang dari diri saya, sepertinya saya sendiri tau jawabnya, tapai apakah saya berani untuk mengambil, mencari dan mendapatkan jawabannya? sepertinya semakin kita belajar semakin berhati-hatilah kita, dan semakin pengecutlah kita jadinya. iya saya sepertinya blum berani untuk menatap ke depan, menengadahkan kepala meruncingkan pupil, dan mengejar apa yang bisa mengisi kekosongan dalam kapal yang sedang saya bangun.

setiap malam saat mata memejam tanpa terlelap, terlintas berjuta2 kata-kata yagn menimbun di setiap ujung pikiran tanpa henti dan tanpa ampun. terkadang terpukau juga saya oleh NYA. bagaimana kepala yang besarnya tak seberapa dibanding denangan buah semangka yang sudah mereka siap di panen da di santap dapat menimpan segitu besarnya kata-kata dana gambaran ingatan yang menumpuk selama bertahun-tahun. itulah kehebatan TUHAN dalam menciptakan mahluknya.

kembali teringat betapa kosongnya dan sepi disini di kerumunan orang yagn mulai takterhitung berapa tawa, kata, senyum, lamunan yang mereka sebar. tetap saya mencoba untuk bertahan tanpa rasa sesal tanpa rasa menyalahkan tanpa rasa apa-apa dalam hati.

Rabu, 11 November 2009

Alif pada suatu hari

Di hari itu matahari semakin tenggelam di ufuk barat bersama langit yang mulai memerah dan awan2 yang juga mulai terbias kuning, burung-burung walet yang mulai menari-nari kesana kemari penuhi cakrawala yang seakan bersiap untuk istirahat dari hiruk pikuknya siang hari. seorang anak laki-laki bernama Alif sedang menatap pelataran rumah dan juga hiruk pikuknya depan rumahnya yang seakan tak perduli akan apa yang dia rasakan. dia hanya termenung sendiri. dan dia pun menatap ke arah kamarnya yang sudah terlihat kosong dengan hanya beberapa kardus yang tersisa dan juga kasur di lantai.

Alif pun terkejut ketika terdengar klakson mobil yang masuk ke pelataran rumahnya, pertanda Ibu dan Ayahnya sudah pulang dari bekerja. Alif pun bergegas menuju ke pintu rumahnya tuk bukakan pintu untuk Ibu dan Ayahnya. Alif terkejut untuk ke dua kalinya ketika dia membuka pintu, karena ibu dan bapaknya membawa barang yang begitu banyaknya dan juga makanan siap saji yang di bawa pulang untuk di santap saat makan malam nanti. Alif terlihat kepayahan ketika mencoba membantu Ibu Ayahnya membawakan barang2 kantor dan juga santapan makan malam yang tercium sangat menggiurkan untuk di santap nanti malam.

"ini mau di letakkan mana ayah?" tanya Alif yang sedang membawa setumpuk berkas2 kantor ayahnya. " letakan di kamar ayah saja lif" jawab Ayah. " setelah itu segeralah turun ya Nak, Kita siapkan meja makan bareng Ibu". Hatur Ayah pada Alif. " iya Ayah" jawab Alif, yang bergegas mebawa berkas kantor Ayahnya ke kamar Ayahnya, dan di letakkan lah berkas tersebut di meja rias Ibunya.

Segera setelah selesai Alif turun dari tangga untuk menuju ruang makan di mana Ibu nya sedang sibuk menata meja makan dan juga membuat minuman hangat untuk di hidangkan, dan Ayah yang sedang menata barang2 yang masih tercecer untuk dimasukan kedalam kardus sambil menonton TV berita yang sedang hangat di bicarakan orang-orang.